• (0553)2022395
  • (0553)2022395
  • Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.
  • Senin - Jumat 08.00 - 16.30 WITA

Kepaniteraan Perdata

Penilaian: 5 / 5

Aktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan BintangAktifkan Bintang
 

PROSEDUR PENGAJUAN PERMOHONAN

PENGAJUAN PERMOHONAN

1. Permohonan diajukan dengan surat permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat tinggal pemohon.

2. Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri, yang akan menyuruh mencatat permohonanannya tersebut. (Pasal 120 HIR, Pasal 144 RBg).

3. Permohonan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri, kemudian didaftarkan dalam buku register dan diberi nomor unit setelah pemohon membayar persekot biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh Pengadilan Negeri (Pasal 121 HIR, Pasal 145 RBg).

4. Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi voluntair dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu, Hakim akan memberikan suatu penetapan.

5. Pengadilan Negeri hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

 

JENIS-JENIS PERMOHONAN YANG DAPAT DIAJUKAN MELALUI PENGADILAN NEGERI ANTARA LAIN:

1. Permohonan pengangkatan wali bagi anak yang belum dewasa.

2. Permohonan pengangkatan pengampuan bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun.

3. Permohonan dispensasi nikah bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (Pasal 7 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974).

4. Permohonan izin nikah bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (Pasal 6 ayat (5) Undang-Undang No.1 Tahun 1974).

5. Permohonan pembatalan perkawinan (Pasal 25, 26 dan 27 Undang-Undang No.1 Tahun 1974).

6. Permohonan pengangkatan anak.

7. Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil, misalnya apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut (Penduduk Jawa dan Madura Ordonantie Pasal 49 dan 50, Peraturan Catatan Sipil keturunan Cina Ordonantie 20 Maret 1917-130 jo 1929-81 Pasal 95 dan 96, Untuk golongan Eropa KUH Perdata Pasal 13 dan 14), permohonan akta kelahiran, akta kematian.

8. Permohonan untuk menunjuk seorang atau beberapa orang wasit oleh karena para pihak tidak bisa atau tidak bersedia untuk menunjuk wasit (Pasal 13 dan 14 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).

9. Permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaan tidak hadir (Pasal 463 BW) atau dinyatakan meninggal dunia (Pasal 457 BW).

10. Permohonan agar ditetapkan sebagai wakil/ kuasa untuk menjual harta warisan.

 

PERMOHONAN YANG DILARANG

1. Permohonan untuk menetapkan status kepemilikan atas suatu benda, baik benda bergerak ataupun tidak bergerak. Status kepemilikan suatu benda diajukan dalam bentuk gugatan.

2. Permohonan untuk menetapkan status keahliwarisan seseorang. Status keahlian warisan ditentukan dalam suatu gugatan.

3. Permohonan untuk menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah. Menyatakan suatu dokumen atau sebuah akta adalah sah harus dalam bentuk gugatan.

 

Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 43-48. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan.

PROSEDUR BANDING PERKARA PERDATA

1. Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada meja / loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap permohonan banding.

2. Permohonan banding dapat diajukan di kepaniteraan pengadilan negeri dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan diucapkan atau setelah diberitahukan kepada pihak yang tidak hadir dalam pembacaan putusan. Apabila hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari kerja berikutnya.

3. Terhadap permohonan banding yang diajukan melampaui tenggang waktu tersebut di atas tetap dapat diterima dan dicatat dengan membuat surat keterangan Panitera bahwa permohonan banding telah lampau.

4. Panjar biaya banding dituangkan dalam SKUM, dengan peruntukan:

a. Biaya pencatatan pernyataan banding;

b. Biaya banding yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Tinggi ditambah biaya pengiriman ke rekening Pengadilan Tinggi;

c. Ongkos pengiriman berkas;

d. Biaya pemberitahuan (BP):

    i. BP Akta Banding;

    ii. BP Memori Banding;

   iii. BP Kontra Memori Banding;

   iv. BP untuk memeriksa berkas bagi Pembanding;

   v. BP untuk memeriksa berkas bagi Terbanding;

  vi. BP putusan bagi Pembanding;

  vii. BP putusan bagi Terbanding;

e. SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangkap tiga:

   i. lembar pertama untuk pemohon;

  ii. lembar kedua untuk kasir;

  iii. lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan.

f. Menyerahkan berkas permohonan banding yang dilengkapi dengan SKUM kepada yang pihak bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas Pengadilan Negeri.

g. Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani, membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.

h. Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.

i. Pernyataan banding dapat diterima apabila panjar biaya perkara banding yang ditentukan dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar lunas.

j. Apabila panjar biaya banding yang telah dibayar tunas maka pengadilan wajib membuat akta pemyataan banding dan mencatat permohonan banding tersebut dalam register induk perkara perdata dan register permohonan banding.

k. Permohonan banding dalam waktu 7 hari kalender harus telah disampaikan kepada lawannya, tanpa perlu menunggu diterimanya memori banding.

l. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat dalam buku register induk perkara perdata dan register permohonan banding, kemudian salinannya disampaikan kepada masing-¬masing lawannya dengan membuat relaas pemberitahuan / penyerahannya.

m. Sebelum berkas perkara dikirim ke Pengadilan Tinggi harus diberikan kesempatan kepada kedua belah untuk mempelajari / memeriksa berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam Relaas.

n. Dalam waktu 30 hari sejak permohonan banding diajukan, berkas banding berupa berkas A dan B harus sudah dikirim ke Pengadilan Tinggi.

o. Biaya perkara banding untuk Pengadilan Tinggi harus disampaikan melalui Bank pemerintah / kantor pos, dan tanda bukti pengiriman uang harus dikirim bersamaan dengan pengiriman berkas yang bersangkutan.

p. Pencabutan permohonan banding diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pembanding (harus diketahui oleh prinsipal apabila permohonan banding diajukan oleh kuasanya) dengan menyertakan Akta Panitera.

q. Pencabutan permohonan banding harus segera dikirim oleh Panitera ke Pengadilan Tinggi disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera.

Sumber:
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 4-7.

PROSEDUR KASASI PERKARA PERDATA

1. Berkas perkara diserahkan pada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada meja / loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap Permohonan Kasasi.

2. Permohonan Kasasi dapat diajukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender terhitung keesokan harinya setelah putusan Pengadilan Tinggi diberitahukan kepada para pihak. Apabila hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari kerja berikutnya.

3. Permohonan Kasasi yang melampaui tenggang waktu tersebut di atas tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan Penetapan Ketua Pengadilan (Pasal 45 A UU No. 5/2004).

4. Ketua Pengadilan Negeri menetapkan panjar biaya Kasasi yang dituangkan dalam SKUM, yang diperuntukkan:

a. Biaya pencatatan pernyataan Kasasi;

b. Besarnya biaya Kasasi yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung ditambah biaya pengiriman melalui Bank ke rekening Mahkamah Agung;

c. Biaya pengiriman berkas perkara ke Mahkamah Agung;

d. Biaya pemberitahuan (BP):

   i. BP Pernyataan Kasasi;

   ii. BP Memori Kasasi;

   iii. BP Kontra Memori Kasasi;

   iv. BP untuk memeriksa kelengkapan berkas (inzage) bagi pemohon;

   v. BP untuk memeriksa kelengkapan berkas (inzage) bagi termohon;

   vi. BP amar putusan Kasasi kepada pemohon;

   vii. BP amar putusan Kasasi kepada termohon;

5.  SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangkap tiga:

a. lembar pertama untuk pemohon;

b. lembar kedua untuk kasir;

c. lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan.

6. Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas Pengadilan Negeri.

7. Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani dan membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.

8. Pernyataan Kasasi dapat diterima apabila panjar biaya perkara Kasasi yang ditentukan dalam SKUM telah dibayar lunas.

9. Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.

10. Apabila panjar biaya Kasasi telah dibayar lunas maka pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan Kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan Kasasi tersebut dalam register induk perkara perdata dan register permohonan Kasasi.

11. Permohonan Kasasi dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender harus telah disampaikan kepada pihak lawan.

12. Memori Kasasi harus telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender terhitung sejak keesokan hari setelah pernyataan Kasasi. Apabila hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 (empat belas) jatuh pada hari kerja berikutnya.

13. Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori Kasasi dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender salinan memori Kasasi tersebut disampaikan kepada pihak lawan.

14. Kontra memori Kasasi harus telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kalender sesudah disampaikannya memori Kasasi.

15. Sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung harus diberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk mempelajari / memeriksa kelengkapan berkas perkara (inzage) dan dituangkan dalam akta.

16. Dalam waktu 65 (enam puluh lima) hari sejak permohonan Kasasi diajukan, berkas Kasasi berupa bundel A dan B harus sudah dikirim ke Mahkamah Agung.

17. Biaya permohonan Kasasi untuk Mahkamah Agung harus dikirim oleh pemegang kas melalui Bank BRI Cabang Veteran - Jl. Veteran Raya No. 8 Jakarta Pusat; Rekening Nomor 31.46.0370.0 dan bukti pengirimannya dilampirkan dalam berkas perkara yang bersangkutan.

18. Tanggal penerimaan memori dan kontra memori Kasasi harus dicatat dalam buku register induk perkara perdata dan register permohonan Kasasi.

19. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung wajib dikirim ke Mahkamah Agung.

20. Pencabutan permohonan Kasasi diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pemohon Kasasi. Apabila pencabutan permohonan Kasasi diajukan oleh kuasanya maka harus diketahui oleh principal.

21. Pencabutan permohonan Kasasi harus segera dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan permohonan Kasasi yang ditandatangani oleh Panitera.

 

Sumber: 
-Mengadaptasi dari Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 7-10.

PROSEDUR PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PERDATA

1. Berkas perkara diserahkan kepada Panitera Muda Perdata sebagai petugas pada meja / loket pertama, yang menerima pendaftaran terhadap permohonan peninjauan kembali.

2. Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan dalam waktu 180 hari kalender, dalam hal:

a. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu, adalah sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan tetap diberitahukan kepada pada pihak yang berperkara.

b. Apabila setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan, adalah sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.

c. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut, apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, dan apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain, adalah sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.

d. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruari yang nyata, adalah sejak putusan yang terakhir dan bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

3. Permohonan peninjauan kembali yang diajukan melampaui tenggang waktu, tidak dapat diterima dan berkas perkara tidak perlu dikirimkan ke Mahkamah Agung dengan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri. Apabila hari ke 14 jatuh pada hari Sabtu, Minggu atau Hari Libur, maka penentuan hari ke 14 jatuh pada hari kerja berikutnya.

4. Panjar biaya perkara peninjauan kembali dituangkan dalam SKUM, terdiri dari:

a. Biaya perkara peninjauan kembali yang telah ditetapkan Ketua Mahkamah Agung.

b. Biaya pengiriman uang.

c. Biaya pengiriman berkas.

d. Biaya pemberitahuan (BP) berupa:

   i. BP Pernyataan PK dan alasan PK;

   ii. BP penyampaian salinan putusan kepada pemohon PK;

   iii. BP amar putusan kepada termohon PK.

5.  SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dibuat dalam rangkap tiga:

a. lembar pertama untuk pemohon;

b. lembar kedua untuk kasir;

c. lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan.

6. Menyerahkan SKUM kepada pihak yang bersangkutan agar membayar uang panjar yang tercantum dalam SKUM kepada pemegang kas Pengadilan Negeri.

7. Pemegang kas setelah menerima pembayaran menandatangani dan membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM.

8. Permohonan PK dapat diterima apabila panjar yang ditentukan dalam SKUM oleh meja pertama telah dibayar tunas.

9. Pemegang kas kemudian membukukan uang panjar biaya perkara sebagaimana tercantum dalam SKUM pada buku jurnal keuangan perkara.

10. Apabila panjar biaya peninjauan kembali telah dibayar lunas maka pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pemyataan peninjauan kembali yang dilampirkan pada berkas perkara dan mencatat permohonan peninjauan kembali tersebut dalam register induk perkara perdata dan register peninjauan kembali.

11. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari panitera wajib memberitahukan tentang permohonan PK kepada pihak lawannya dengan memberikan/mengirimkan salinan permohonan peninjauan kembali beserta alasan-alasannya kepada pihak lawan.

12. Jawaban / tanggapan atas alasan peninjauan kembali harus telah diterima di kepaniteraan pengadilan negeri selambat-lambatnya 30 hari sejak alasan PK disampaikan kepadanya.

13. Jawaban/tanggapan atas alasan PK yang diterima di kepaniteraan pengadilan Negeri harus dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut.

14. Dalam waktu 30 hari setelah menerima jawaban tersebut berkas peninjauan kembali berupa bundel A dan B harus dikirim ke Mahkamah Agung.

15. Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung supaya dikirim ke Mahkamah Agung.

16. Pencabutan permohonan peninjauan kembali diajukan kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang ditandatangani oleh pemohon peninjauan kembali. Apabila diajukan oleh kuasanya harus diketahui oleh prinsipal.

17. Pencabutan permohonan peninjauan kembali harus segera dikirim oleh Panitera ke Mahkamah Agung disertai akta pencabutan yang ditandatangani oleh Panitera.

 

Sumber: 
-Mengadaptasi dari Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 10-13.

MEDIASI

Secara umum, mediasi adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa. Ada 2 jenis mediasi, yaitu di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Mediasi di luar pengadilan ditangani oleh mediator swasta, perorangan, maupun sebuah lembaga independen alternatif penyelesaian sengketa yang dikenal sebagai Pusat Mediasi Nasional (PMN). Mediasi yang berada di dalam pengadilan diatur oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 Tahun 2016 yang mewajibkan ditempuhnya proses mediasi sebelum pemeriksaan pokok perkara perdata dengan mediator terdiri dari hakim Pengadilan Negeri tersebut yang tidak menangani perkaranya atau pihak lain yang memiliki Sertifikat Mediator sebagai pihak netral yang membantu Para Pihak dalam proses perundingan. Penggunaan mediator hakim dan penyelenggaraan mediasi di salah satu ruang pengadilan tingkat pertama tidak dikenakan biaya. Proses mediasi pada dasarnya tidak terbuka untuk umum, kecuali para pihak menghendaki lain.

KELEBIHAN MEDIASI

1. Lebih sederhana daripada penyelesaian melalui proses hukum acara perdata

2. Efisien

3. Waktu singkat

4. Rahasia

5. Menjaga hubungan baik para pihak

6. Hasil mediasi merupakan KESEPAKATAN

7. Berkekuatan hukum tetap

8. Akses yang luas bagi para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan

 

BAGAIMANA PROSES MEDIASI?

1. Proses Pra Mediasi

a. Para pihak dalam hal ini penggugat mengajukan gugatan dan mendaftarkan perkara.

b. Ketua Pengadilan Negeri menunjuk majelis hakim.

c. Pada hari pertama sidang majelis hakim wajib mengupayakan perdamaian kepada para pihak melalui proses mediasi. Para pihak dapat memilih mediator hakim atau non hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai mediator.

 

2. Proses Mediasi

a. Setelah penunjukan mediator, para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-surat yang diperlukan dan hal-hal lain yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para pihak.

b. Mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi.

c. Pemanggilan saksi ahli dimungkinkan atas persetujuan para pihak, dimana semua biaya jasa ahli itu ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.

d. Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan para pihak dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik.

e. Apabila diperlukan, kaukus atau pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya, dapat dilakukan.

 

3. Proses Akhir Mediasi

a. Jangka waktu proses mediasi di dalam pengadilan paling lama adalah 30 hari kerja, dan dapat diperpanjang lagi paling lama 30 hari kerja.

b. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani kedua pihak, dimana hakim dapat mengukuhkannya sebagai sebuah akta perdamaian.

c. Apabila tidak tercapai suatu kesepakatan, hakim melanjutkan pemerikasaan perkara sesuai dengan ketentuan Hukum Acara yang berlaku.

SITA JAMINAN

Sita jaminan dilakukan atas perintah Hakim / Ketua Majelis sebelum atau selama proses pemeriksaan berlangsung dan untuk penyitaan tersebut Hakim / Ketua Majelis membuat surat penetapan. Penyitaan dilaksanakan oleh Panitera Pengadilan Negeri / Juru Sita dengan dua orang pegawai pengadilan sebagai saksi.

Ada dua macam sita jaminan, yaitu sita jaminan terhadap barang milik tergugat (conservatoir beslag) dan sita jaminan terhadap barang milik penggugat (revindicatoir beslag) (Pasal 227, 226 HIR. Pasal 261, 260 RBg.).

Permohonan agar dilakukan sita jaminan, baik itu sita conservatoir atau sita revindicatoir, harus dimusya­warahkan Majelis Hakim dengan seksama, apabila permohonan tersebut cukup beralasan dan dapat dikabulkan maka Ketua Majelis membuat penetapan sita jaminan. Sita jaminan dilakukan oleh Panitera / Jurusita yang bersangkutan dengan disertai dua orang pegawai Pengadilan Negeri sebagai saksi.

Sebelum menetapkan permohonan sita jaminan Ketua Pengadilan / Majelis wajib terlebih dahulu mendengar pihak tergugat.

Dalam mengabulkan permohonan sita jaminan, Hakim wajib memperhatikan :

1. Penyitaan hanya dilakukan terhadap barang milik tergugat (atau dalam hal sita revindicatoir terhadap barang bergerak tertentu milik penggugat yang ada di tangan tergugat yang dimaksud dalam surat gugat), setelah terlebih dahulu mendengar keterangan pihak tergugat (lihat Pasal 227 ayat (2) HIR/Pasal 261 ayat (2) RBg.).

2. Apabila yang disita adalah sebidang tanah, dengan atau tanpa rumah, maka berita acara penyitaan harus  didaftarkan sesuai ketentuan dalam Pasal 227 (3) jo Pasal 198 dan Pasal 199 HIR atau pasal 261 jo pasal 213 dan Pasal 214.

3. Dalam hal tanah yang disita sudah terdaftar / bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Badan Pertanahan Nasional. Dan dalam hal tanah yang disita belum terdaftar / belum bersertifikat, penyitaan harus didaftarkan di Kelurahan. Tindakan tersita yang bertentangan dengan larangan tersebut adalah batal demi hukum.

4. Barang yang disita ini, meskipun jelas adalah milik penggugat yang disita dengan sita revindicatoir, harus tetap dipegang / dikuasai oleh tersita. Barang yang disita tidak dapat dititipkan kepada Lurah atau kepada Penggugat atau membawa barang itu untuk di simpan di gedung Pengadilan Negeri.

Apabila telah dilakukan sita jarninan dan kemudian tercapai perdamaian antara kedua belah pihak yang berperkara, maka sita jaminan harus diangkat.

 

Sumber: Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta,  2008, hlm. 79-80.


2025 @ Template PN Malinau